Manusia adalah makhluk social yang selalu berinteraksi satu
sama lain dan membutuhkan untuk saling melengkapi kesinambungan hidup manusia,
supaya mendapatkan kebutuhan untuk hidup. Dalam hal ini kebutuhan hidup setiap
manusia berbeda-beda dan masalah ini disebut dengan masalah kesejateraan
social.
Kesejahteraan sosial secara sederhana dimaknai sebagai
kondisi sosial ekonomi yang memungkinkan setiap warga negara dapat memenuhi
kebutuhan yang bersifat jasmani, rohani, dan sosial sesuai dengan harkat dan
martabat manusia.
Bangsa Indonesia dalam masalah ini sangat perhatian, karena
para pendiri bangsa ini sudah memikirkan tetang masalah kesejateraan dan ini
terbukti dari pembukaan dan batang tubuh UUD 1945, dan ini menjadikan bangsa
Indonesia adalah Negara kesejateraan (welfare state) (Sulastomo, 2001).
Pilar Negara kesejateraan diletakan Otto Von Bismarck pada
tahun 1880-an, tujuannya untuk memberi rasa aman dari sejak lahir sampai akhir
hayat. Rasa aman merupakan proteksi social terhadap resiko ekonomi yang tak
terduga, misalnya karena sakit, Kecelakaan, atau resiko menurunnya pendapatan
karena memasuki usia pensiun.
Namun kenyataannya di Indonesia semua itu belum
terpenuhi dan amat memperhatinkan, karena belum terpenuhi yang namanya jaminan
social untuk masyarakat. Dan ini diakibatkan dengan pengembangan sistem jaminan
sosial di Indonesia masih sangat lemah, sporadis dan belum terintegrasi dengan
agenda pembangunan nasional, khususnya bidang kesejahteraan sosial. Studi Dixon
(1999) yang mengevaluasi penerapan sistem jaminan sosial di 172 negara,
menunjukkan Indonesia berada pada urutan 151 (Republika, 2000). Rangking
tersebut merupakan satu peringkat di atas Bangladesh dan jauh tertinggal
dibanding semua negara ASEAN umumnya. Filippina di urutan 89, Singapura di
urutan ke 117, dan Malaysia pada urutan 124. Dalam hal asuransi sosial
kesehatan, misalnya, Price Waterhouse Cooper (1999) melaporkan bahwa cakupan
kepesertaan penduduk Indonesia juga merupakan yang terendah, yaitu sekitar 15
persen. Thailand telah mencapai 56 persen dan Taiwan mencapai 96 persen
(Sulastomo, 2001).
Sebenarnya jaminan sosial bisa memadukan prinsip-prinsip
dalam sistem asuransi sosial dan bantuan sosial. Meskipun sistem pendanaan dilakukan
berdasarkan sharing across population pemerintah tetap terlibat baik dalam
pengaturan, pengawasan maupun pendanaannya. Model jaminan sosial yang mungkin
dikembangkan di Indonesia bisa disederhanakan seperti melibatkan berbagai
pihak, mulai dari negara, dunia industri, lembaga keagamaan dan masyarakat
lokal. Konsep ini hampir mirip dengan sistem yang kini tengah dikembangkan di
Jepang sebagaimana dinyatakan dalam “The Welfare Vision for 21st Century”
yang meredefinisi jaminan sosial termasuk stakeholders yang terlibat
didalamnya.
Maka dengan masalah yang dihadapi Indonesia tentang
kesejateraan social yang menjadi problem bangsa ini, dan masalah ini akan terus
terjadi sampai manusia itu masih hidup berdampingan dan saling memerlukan satu
sama lain. Serta bagaimana peran dan komitmen Negara ini untuk
kesejateraan social dan jaminan social yang masih menjadi kendala terbesar di
Negara ini.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar